Menabur Doa Calon Pengantin
lukisan oil on canvas
150 x 100 cm
karya herjaka HS 2018
Sawitri Oh Sawitri
Herjaka Hs
(10) Calon Pengantin
Waktu yang dinanti-nanti pun tiba, akhir dari sebuah
penantian panjang. Hari ini mereka berdua telah menyatukan hati, seia-sekata,
saling menyemaikan cinta dan berjanji akan setia menghidupi dan mengabadikan
cinta mereka.
Setelah terlebih dahulu menitipkan Begawan Jumatsena kepada
orang-orang setia yang tinggal serumah, Setiawan mengantar Sawitri pulang ke rumah
orang tuanya dengan berjalan kaki. Seperti yang disarankan ayahnya, Setiawan
ingin memperkenalkan diri kepada orang tua Sawitri, dan sekaligus ingin melamar
Sawitri yang telah membuat dirinya jatuh cinta.
Namun, belum jauh mereka berjalan meninggalkan rumah besar
itu, dari arah depan tampak kereta yang ditarik dua ekor kuda lewat di jalan
yang sama. Setiawan agak heran, tidak biasanya jalan di desa ini dilewati
kereta kuda. kecuali ada saudagar, orang kaya, ataupun bangsawan yang
berkunjung ke desa ini.
Belum habis rasa herannya, kereta kuda itu berhenti di
depannya. Sang kusir dan kawannya turun dari kereta. Dengan penuh hormat ia
memepersilakan Sawitri dan Setiawan naik kereta tersebut. Setiawan semakin
heran, namun tidak demikian dengan Sawitri. Ia dengan cepat mampu membaca
gelagat.
Dari sikap hormat yang ditunjukkan, kedua orang itu jelas
bahwa mereka adalah pengawal kerajaan Mandaraka. Siapa lagi yang memerintahkan
menjemput dirinya kalau bukan ayahnya. Apalagi setelah kusir itu menunjukkan
lencana kerajaan, Sawitri segera naik dan duduk di kereta, diikuti oleh
Setiawan yang masih terheran-heran.
Setiawan dibuat penasaran, ada hubungan apa Sawitri dengan kedua
lelaki pembawa kereta ini. Walaupun Sawitri tidak menampakkan perubahan sikapnya
yang ramah, bersahabat, dan bersahaja,
kedua orang itu sangat hormat kepada Sawitri, bahkan menyebutnya dengan Gusti
Putri.
Dikuatkan lagi saat kereta melewati gerbang kota perbatasan,
pasukan jaga yang bertugas dengan serta-merta membukakan pintu gerbang sembari
memberi hormat yang dalam. Kecurigaan Setiawan selama ini terjawab sudah.
Sawitri bukanlah orang kota pada umumnya. Sawitri adalah putri bangsawan luhur
yang mempunyai kedudukan penting di kota ini, atau jangan-jangan ia adalah
putri raja.
Sawitri memang sudah siap jika Setiawan mengetahui siapa
sesungguhnya dirinya, karena memang telah tiba waktunya. Ketika sedang
menikmati perjalanan, tiba-tiba saja Setiawan berucap dengan sungguh-sungguh
“Gusti Putri, hamba mohon maaf, karena dengan lancang telah
berani duduk berdampingan dengan Gusti Putri.”
Sawitri justru tertawa. Ia sering keliru membaca raut wajah
Setiawan karena mimic wajah antara serius dan guyonan Setiawan hampir sama.
“Jangan bergurau, Setiawan. Bukankah engkau juga putra raja?
Ampuni hambamu yang tak tahu diri ini Pangeran,” balas Sawitri gantian
menggoda.
Keduanyapun tertawa lepas, termasuk juga kedua pengawal
kerajaan.
“Ada pengantin! Ada pengantin!”
“Kereta pengantin lewat!”
“Horee… horee…!”
Kereta kuda itu walaupun tidak terkesan mewah, telah menarik
perhatian orang-orang yang melihatnya. Setiawan yang sesungguhnya adalah anak
raja, sudah biasa dielu-elukan rakyat. Demikian juga Sawitri. Yang luar biasa
adalah, ketika mereka berdua dielu-elukan sebagai pengantin. Ah, bak pangeran
dan putri. Hati keduanya membuncah bahagia.
Kereta kuda melaju cepat menuju pusat kotaraja Mandaraka.
Semakin dekat dengan jantung kota, semakin banyak rakyat yang mengelu-elukan
mereka. Setiawan, walaupun sudah beberapa tahun hidup di pengasingan, bukan orang sembarangan. Ia adalah keturunan raja
yang sudah biasa hidup di keraton. Maka ketika tahu bahwa dia akan
berhadapan langsung dengan seorang raja,
mentalnya telah siap. Apalagi kedatangannya berniat baik, tidak ada yang perlu
ditakutkan.
Setelah melewati beberapa lapis regol gapura, kereta berhenti
di depan gerbang kedaton. Sawitri dan Setiawan turun dari kereta, sambil
mengucapkan terimakasih kepada kedua pengawal itu. Sawitri menggandeng tangan Setiawan memasuki
kedaton.
Baginda Prabu dan Ibunda Ratu menyambut dengan segunung haru dan syukur karena putri mereka selamat,
tidak kurang suatu apapun, serta berhasil menemukan apa yang dicari, yaitu
sosok pria pilihannya. (bersambung)
No comments:
Post a Comment